Tentang Senja - Chapter 3

 


Chapter 3 : Melepaskan

Tentang Senja


Begitulah sepenggal kisah cintaku, yang sudah benar-benar berakhir dan mungkin sudah tidak akan bisa diperbaiki. Empat tahun bukan waktu yang sebentar untuk sebuah hubungan, sudah banyak hal yang dilalui bersama, sudah banyak mimpi yang menunggu untuk digapai. Aku bukan orang yang mudah untuk melupakan seseorang, butuh waktu lama untuk sembuh dari sakit ini, biarpun aku sudah tidak apa-apa, perasaan itu akan tetap sama, sampai waktu yang aku tak tahu kapan bisa benar-benar melupakan semuanya.

Setiap kali aku berusaha melupakan semakin sulit rasanya, bukan hanya tentang melupakan Alvira, tapi tentang rindu yang tak pernah mau aku ajak berkawan. Hari ini pun aku memutuskan untuk menemui Rania, ada beberapa hal yang harus aku tanyakan.

Saat jam istirahat aku menghampiri Rania yang sedang duduk di bangku taman, ditemani beberapa temannya, “Rania? Ada yang mau aku bicarakan sebentar!” Pintaku, Rania hanya mengangguk, disusul dengan teman Rania yang beranjak dari tempat duduk dan meninggalkan kami berdua.

    “Ran aku hanya ingin tau..” 

    “Mengenai Alvira?” Rania memotong pembicaraan.

     “Haris, Alvira banyak sekali cerita tentangmu, tentang seberapa besar dia mencintaimu, kamu hanya perlu tahu satu hal, bagi Alvira ini bukan keputusan yang mudah, banyak hal yang dia korbankan” Rania menatapku, dengan tatapan yang dalam dan penuh iba.

Aku hanya terdiam, aku tidak berpikir sampai sejauh itu, ini pun pasti keputusan yang sulit bagi Alvira, aku hanya memikirkan diriku sendiri, jika bagiku ini sulit apalagi bagi Alvira, kupikir aka banyak tahu tentang orang yang aku cintai, nyatanya aku tak benar-benar memahaminya.

    “Tapi Ran, aku ingin memastikan bahwa laki-laki yang akan menjadi calon sumai Alvira adalah orang yang tepat untuknya.” Aku menatap Rania dalam dengan Air mata yang sudah tak dapat lagi aku tahan.

    “Husain Ahmad Maulana Hisyam namanya, dia laki-laki yang baik, sopan, aku sudah cukup lama mengenalnya begitu pula dengan Alvira, usianya 3 tahun diatas aku dan Alvira, dia teman baik Kakak laki-lakiku.” Rania menceritakan sosok laki-laki yang akan menjadi calon suami Alvira, ada sedikit perasaan lega dalam hatiku, semoga Husain adalah orang yeng tepat untuk Alvira.

    Sudah tidak ada yang ingin aku ketahui lagi, ini sudah selesai, aku sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi, aku sudah bertemu jalan buntu, ini memang bukan yang aku harapkan, tapi aku percaya tuhan tahu apa yang terbaik untuku.

    Empat bulan sudah berlalu, hari-hari terasa begitu hampa dan kosong. Semuanya terasa begitu kacau, perlahan-lahan aku menata semuanya kembali, menata perasaanku, pikiran dan tujuan hidupku. Satu minggu lagi bulan akan berganti, 21 Desember 2018 adalah hari patah hati sekali lagi yang harus aku rasakan, yaa hari pernikahan Alvira dan Husain. Sanggupkah aku? 

    Tania menyarankan untuk aku tidak menghadiri acara pernikahan Alvira, tapi aku ingin memastikan bahwa Husain adalah orang yang tepat untuk Alvira, mungkin aku tidak akan mampu menemuinya secara langsung aku hanya bisa melihatnya dari kejauhan.

    Hari berlalu terasa begitu cepat, dua hari lagi pernikahan Alvira dilaksanakan, waktu seperti tak memberi jeda untuk hatiku, aku memutuskan untuk ke rumah Tania, sudah lama aku tidak bertemu Mama Uti, Ibu Tania. 

    Aku mengirim pesan WhattApp kepada Tania “Ia aku lagi di perjalanan kerumah, lagi gak kemana-mana kan?” Aku memastikan tania sedang ada di rumah.

    Sesampainya di rumah Tania, aku di sambut Mama Uti yang sedang menyiram tanaman di halaman rumah.

    “Asslamamualaikum, Mama Uti?” 

    “Waalaikumsalam, Haris meni nggak bilang-bilang mau ke rumah teh,” ucap Mama Uti.

    Aku hanya tersenyum menghampiri dan memeluk Mama Uti. Hubungan keluargaku dengan Keluarga Natania memang terjalin baik. Menurut cerita, Abi mengenal Mama Uti sudah sejak kecil ketika mereka masih duduk di Sekolah Dasar, hanya saja ketika mereka menginjak SMP keluarga Mama Uti pindah ke Jakarta. Kakekku dan Kakek Tania pun masih saudara sepupu, sayang keduanya sudah meninggal. Jadi kepikiran untuk berkunjung ke rumah nenekku di Cianjur.

    Aku mengetuk pintu kamar Tania, terdengar suara dari dalam menyuruhku masuk, terlihat Tania sedang asik menonton drama korea kesukaannya. “Tania,” kataku sembari melepas earphone yang sedang dia kenakan, “Apasihh!!” teriak Tania kencang. “Lah kok ngamuk?” kataku.

    “Kenapa Ris, tumben tiba-tiba kerumah?” dengan suara yang begitu pelan.

    “Aku gak mau yah dengar curhatanmu itu-itu aja, besok lusa Alvira udah mau nikah,” sambungnya.

    “Aku kesini gak mau bahas itu.”

    “Baguslah,” timpal Tania, belum selesai aku bicara.

    “Ia, temenin aku ke nikahannya Alvira mau ya?” Pintaku.

    “Tunggu, tunggu, tunggu.. Kamu gak salah Ris, udahlah jangan nyari penyakit deh,” Oceh Tania.

    “Iyaa, tolong!” aku memasang wajah memelas.

    “Ok, ok, aku temenin tapi bertiga ya bareng pacarku, gimana?” Pinta Tania.

    “Terserah,” Jawabku


    Hari pernikahan Alvira pun tiba, aku Tania dan Ardi sedang dalam perjalanan menuju lokasi pernikahan Alvira, ada perasaan waswas yang aku rasakan, sesampainya disana acara sudah dimulai, riuh tamu undangan menghalangi pandanganku yang tertuju pada kursi pelaminan.

“Hai,” seseorang menepuk pundak sebelah kiriku.

“Ngapain kamu disini? Ayo akad nikahnya sudah mau dimulai kita sudah ditunggu penghulu.” Kulihat Alvira menarik tanganku.

Mengikhlaskanmu adalah bagian dari mencintaimu.

Karya : Ujang Nurjaman

Cerpen Series : Tentang Senja

Baca Juga :  Chapter 2 : Menulis Ulang Ceritaku







Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel