Tentang Senja - Chapter 4

   Chapter 4 : Tempat Istimewa

Tentang Senja


 “Ris, malah ngelamun, acaranya sudah mau di mulai.” suara Tania memecah lamunanku, Tania menarik lenganku dengan paksa, aku pun hanya bisa mengikutinya.

Kini Alvira sudah resmi menjadi istri Husain, aku harus terus melanjutkan hidupku, biarlah kisakhu mejadi teman untuk langkah baruku. 

    “Ayo Ris, kita kasih selamat, sanggup kan?” ajak Tania, aku hanya mengangguk.

Ingin rasanya aku lari dan sembunyi. Tapi aku tidak ingin menjadi lelaki pengecut, aku tidak ingin melihat Alvira sedih, dia pun harus tahu aku baik-baik saja tanpanya. Senyum bahagianya terpancar ketika melihatku, binar matanya, senyum tipisnya, “Tuhan kenapa bukan aku yang bersanding dengannya.”

    “Makasih ya udah dateng Ris, aku seneng banget.., bisa ketemu kamu,” ucap Alvira, menggenggam erat tanganku. Aku hanya mengangguk dada ini begitu sesak menahan tangis, merelakannya ternyata tak semudah apa yang aku katakan.

    “Bang, ini Haris, teman dekatku,” ucap Alvira mengenalkanku pada Husain.

    Husain terenyum ke arahku, “Ku harap kau tidak pernah menyakiti Alviraku,” ucapku dalam hati.

Aku beranjak meninggalkan Alvira.

    “Ris tunggu!” Alvira menghampiriku, memberikanku sebuah kotak kecil, “selamat ulah tahun,” ucapnya lagi. 

    Dia masih ingat ulang tahunku, aku tidak tahu ini kado terindah atau bukan, aku harus senang atau sedih. Dalam perjalanan pulang, aku semakin ingat dengan semua hal yang aku lalui dengan Alvira, kenangan-kenangan indah itu mulai bermunculan, bahka semakin jelas dalam ingatanku.

    “Ris, jangan ngelamun terus,” ucap Ardi.

    “Iya Ris. Aku kan udah bilang mending gak usah dateng,” tatap tania iba.

    “Aku gpp Ia, kalau gak dateng aku gak bisa lihat senyum indah itu untuk terakhir kalinya, senyum yang tulus dan penuh kasih, senyum itu masih untuku Ia.”

    “Ya udah, semua akan baik-baik saja Ris.” timpal Tania, aku hanya menganguk mengalihkan pandanganku keluar kaca mobil.

    Mobil terhenti, aku sudah sampai di halaman rumahku, kulihat mobil Ardi mulai menghilang dari pandanganku. Ku lihat abi sedang duduk di ruang keluarga, sedang menonton Televisi. Abi memintaku untuk duduk menemaninya sebentar. 

    "Enjing Abi bade mulang deui ka Kalimantan, titip Ummi nya," (Besok Abi balik ke Kalimantan, titip Umi ya.) Abi menepuk-nepuk pundaku, dan aku hanya mengangguk. Tentu saja aku akan menjaga Ummi sebisaku, "selama ini, selama Abi pergi siapa yang merawat Umi selain aku," aku berbicara dalam hati, tak berani aku mengatakannya langsung.

    Setelah mengobrol dengan Abi, aku langsung menuju kamarku. Tania pasti sudah sampai, aku menelponnya, karena Besok pagi aku dan Tania berencana untuk pergi ke toko buku, ada buku yang ingin aku beli, hanya memastikan apakah jadi atau tidak. 

    “Hallo, assalamualaikum Ris?” Tania mengangkat telponku.

    “Waalaikumsallam, iya hallo ya.”

    “Ada apa Ris, aku lagi chating sama Ardi, ganggu aja si, udah istirahat lah jangan cerita dulu nanti tambah sedih,” ucap Tania dengan nada jengkel.

    “Jadi aku ganggu? Ya udah, lagian aku gak mau cerita apa-apa.”

    “Apaan si baperan amat dah kek anak SD, ada apa si?”

    “Besok jadi gak?”

    “Ke toko buku kan? Jadi lah jam 2-an aja ya kita jalan, soalnya jam 4-an aku mau jalan sama Ardi jadi jangan lama-lama.”

    “Ok deh, aku tunggu di parkiran kampus sebelum jam 2.” kataku.

    “Kita ketemu di toko buku aja ya, aku bareng Ardi soalnya, gpp kan?” tanya Tania.

    “Oh ok kalau gitu, iya gpp, see you Ia.” aku menutup sambungan telpon.

    Sampai jam sepuluhan malam aku masih belum bisa tidur, aku masih terbayang wajah bahagia Alvira, tiba-tiba aku teringat kotak kecil pemeberian ALvira, aku langsung membukanya, sebuah jam tangan yang sangat aku inginkan dari dulu dan sebuah pesan didalamnya.

    “Terimakasih telah menjadi bagian penting dalam hidupku, kamu akan selalu punya tempat paling istimewa dalam hatiku.” Aku seperti terbius waktu, sudah tak bisa berkata apa-apa lagi.

    Pagi hari Ummi sudah sibuk membereskan pakaian dan barang-barang yang akan di bawa Abi, hari ini abi akan kembali ke tempat dia bekerja, ke daerah Kalimantan Timur, tempat yang jauh dari Ibu Kota, didepan sudah ada taksi yang siap mengantar Abi, andai aku sudah lancar mengendarai mobil pasti aku yang mengantar abi ke Bandara. Pukul 6.30 Abi sudah berangkat, mobil yang di tumpangi abi semakin tak terlihat dari pandanganku, Ummi memyuruhku untuk sarapan dan siap-siap ke kampus.

    “Aku sudah di toko buku,” aku mengirim pesan ke Tania. Sudah mau jam 2 tapi batang hidungnya belum terlihat, tidak beberapa lama Tania membalas pesanku.

    “Sorry kayanya aku gak bisa deh Ris, aku mau balik aja, kayanya gak enak badan.”

    “Kampreeeeeet, ya udah istirahat, jangan ampe sakit.” mau gak mau aku harus cari buku sendiri, rasanya kurang kalau ke toko buku gak bareng sama Tania.

    Selepas dari toko buku, aku mampir ke rumah Tania, memastika dia sudah baikan atau masih tidak enak badan.

    “Eh Ris, masuk,”Mamah Uti membuka pintu mempersilahkan aku masuk.

    Aku menanyakan kabar Tania ke Mamah Uti, beliau mengatakan tania masih tidak enak badan, mama uti mengantarku ke kamar Tani.

    “Ia ada Aris 'tok, tok, tok' kamu tidur?” Mama Uti mengetuk pintu kamar Tania.

    “Iyaa, masuk aja Mah gak aku kunci,” Terdengar suara Tania dari dalam.

    Terlihat Tania hanya berbaring di tempat tidur, aku menghampirinya, Mama Uti meninggalkan aku dan Tania.

    “Gimana enakan, kamu sakit apa Ia?” tanyaku.

    “Meriang aja, kayanya gara-gara kemarin hujan-hujanan.” jawab Tania.

    “Ya udah cepet sembuh, kedokter belum?” tanyaku lagi.

    “Elah, lebay amat dah, aku udah di kerokin mama.” jawab Tania ketus.

    “Indonesia banget, bukannya ke dokter takutnya kan bukan sekedar masuk angin aja Ia.”

    “Ia bawel, besok kalau masih sakit aku ke dokter.” ucap Tania dengan nada sedikit naik.

    “Ke dokter tuh bukan pas sakit kali Ia.”

    “Bawel banget si, udah pulang sana gua mau istirahat.” Tania mengusirku.

    “Elah di jenguk malah ngusir, ya udah aku balik, cepet sembuh, jangan lupa ke dokter.”

    "Iaaa, baweel!!" Tania menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. 

Baca Juga : Chapter 5 : Lembaran Baru

Cerpen   : Tentang Senja

Karya : Ujang Nurjaman

Baca Juga : Chapter 3 : Melepaskan 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel